Lets Draw


i have a dream

Seni dalam menggambar memang banyak macam aliran. Setelah cukup banyak berlatih untuk menggambar arsitektur, bangunan, landscape, suasana, dan lain-lainnya, saya mencoba untuk menggambar kartun.

Tahun ini saya coba untuk merambah pengalaman di dua bagian lain, yaitu kartun dan portrait/realis. Selama ini saya ngga bilang spesifik itu kartun, selama ini saya lebih sering menyebutnya “ilustrasi” saja. Bukan kartun seperti tokoh dan film anak-anak, tapi lebih mengarah kepada ilustrasi suatu isu atau peristiwa.

Saya merasa kartun dan ilustrasi sama saja. Oleh karena itu, kedua istilah di dalam cerita di bawah, saya anggap sama saja.

Koleksi gambar kartun yang saya bikin memang tidak banyak dan masih merupakan konsumsi pribadi saja. Paling tidak saya post di FB sehingga keluarga atau teman bisa lihat. Saya masih tahap belajar dari kartunis-kartunis terkenal. Ada kartunis/ilutrator yang saya temui di FB, jago untuk menyampaikan kritik-kritik tentang pemerintah. Banyak ilutrasi/kartun yang saya pelajari berasal dari luar (kan ada internet), dengan variasi dan tendensi kartun yang bermacam-macam juga.

Lewat pengalaman (yang masih sangat sedikit), saya mau sedikit share tentang gambar kartun/ilustrasi ini. Buat teman-teman yang bertanya tentang ini.

__

Idenya dari mana sih?

Ternyata, banyak hal yang saya senangi dari menggambar kartun. Membuat kartun menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk mengungkapkan kritik, komentar, dsb.

Setidaknya, menggambar ilustrasi seperti itu melatih untuk terus berpikir dan mengeluarkan pendapat secara kritis. Sumbernya, bisa macam-macam. Umumnya, berasal dari kehidupan sehari-hari, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar, isu-isu pop culture, isu-isu poleksosbud (politik, ekonomi, sosial-budaya).

Ide-ide yang saya dapat untuk menggambar bisa bermula dari gambar atau tulisan. Ide dari gambar seringkali bermula dari corat-coret garis atau ide-ide kasar yang saya dapat kemudian saya corat-coret dulu supaya ngga lupa. Setelah gambarnya di perbaiki supaya lebih enak dilihat, barulah saya mencocok-cocokan kira2 isu apa yang cocok.

Ide yang datang dari tulisan, biasanya muncul dari post-post teman di FB atau saya sengaja corat-coret ide-ide di kertas sebagai pancingan. Misalnya saya tulis beberapa kejadian menarik yang terjadi selama beberapa hari terakhir, atau isu-isu yang sedang hangat di berita. Lalu, saya coba jabarkan masing-masing ide tadi. Diperinci hal-hal apa saja yang berkaitan dengan ide atau apa saja yang saya gambar. Bisa juga saya kaitkan dengan isu-isu yang berbeda sehingga seolah-olah berhubungan.

Ngga selalu ide-ide awal tersebut berakhir ‘sukses’ dan menjadi sebuah kartun/ilustrasi final. Sepuluh ide yang saya tulis mungkin hanya bisa final 1 atau 2. Kenapa ngga semua? Saya secara pribadi merasa bahwa tidak semua ide-ide tersebut ‘pantas’ dikonsumsi secara umum.

Ilustrasi untuk semua

Seseorang ngga bisa menyenangkan semua orang. Sama halnya, ngga semua kartunis disukai masyarakat dan ngga semua masyarakat menikmati kartun-kartun seorang kartunis. Setiap orang punya kesukaannya masing-masing. Misalnya, saya melihat ada kartunis yang senang menyinggung isu tertentu, tapi kartunis terkenal hampir bisa masuk ke semua isu. Yaa ini bagaimana pengalaman kartunis untuk menyampaikan pesan lewat gambar yang mudah dibaca, dimengerti, dan yang penting bisa diterima masyarakat.

Saya mencoba mengelompokkan tipe-tipe kartun/ilutrasi yang ada, dari sisi audiencenya :

  1. Diterima oleh masyarakat dan pastinya (para) kartunis lain.

Saya belajar dari kartunis-kartunis di Amrik (yang berusaha mendapat penghasilan dari kartun yang masuk koran atau majalah), mereka memang mencoba bekerja ‘tanpa-batas’. Artinya, segala ide mau itu baik atau buruk, tulis saja dulu. Bisa saja dari menyinggung hal SARA atau orang tertentu. Terserah editor media untuk menyaring kartun tersebut. Nah, kerja sepertinya kerja editor di sini berusaha untuk memilih kartun/ilustrasi yang bisa dinikmati masyarakat. Bukan yang asal-asalan.

‘paling mudah’ ya mengikuti ide-ide atau berita yang sedang hangat dan gambar pun tidak menggunakan asosiasi/perumpamaan yang terlalu jauh. Sekali atau dua kali lihat, bisa dimengerti.

  1. Tidak diterima masyarakat tapi diterima kartunis.

Seperti saya sudah bilang sebelumnya, kartunis yang saya mencoba bekerja tanpa batas. Ide-ide yang muncul mungkin tidak bisa diterima orang kebanyakan tapi masih bisa diterima dan dimengerti oleh kartunis lain.Iide-ide ini sebenarnya belum tentu ide yang buruk, bahkan bisa merupakan ide yang luar biasa lucu.

  1. Tidak diterima oleh kartunis-nya.

Tidak diterima masyarakat karena sejak awal kartunis pun menolak. Seperti 10 ide yang saya corat-coret, tidak semuanya final. Akhirnya, mungkin hanya 1 atau 2 gambar yang saya post di FB atau jadi ilustrasi blog.

Biasanya sisa ide corat-coret yang ngga terpakai saya buang, tapi karena saya pikir sayang juga hasil mikir susah-susah dibuang, jadi saya simpan. Lagi, ide-ide yang saya tolak secara pribadi mungkin belum tentu ide yang buruk bagi orang lain atau kartunis lain.

Mungkin karena saya masih pilih-pilih untuk kartun yang digambar. Misalnya, untuk isu politik memang sangat banyak untuk dijadikan ide. Tapi karena isu yang hot-nya tentang KKN, akhirnya saya malas juga kalau harus berpikir tentang kritik2 terus tiap hari. Jadi saya agak stop untuk hal-hal seperti itu. Kemudian, saya beralih untuk coba menggambar dari sisi-sisi positifnya saja, seperti tentang Jokowi-Ahok.

  1. Tidak diterima masyarakat juga tidak diterima kartunis.

Ini bisa jadi merupakan kartun yang buruk, benar-benar buruk dan kartun-kartun yang biasa-biasa saja. Entah gambar penyampaian, ide, atau lainnya.


Leave a Reply